Panas yang dipancarkan Matahari dipancarkan ke segala arah, dan intensitas panasnya berkurang seiring dengan meningkatnya kuadrat jarak. Artinya, apabila misalnya kita berada pada jarak yang hanya setengah jarak Bumi–Matahari (0.5 AU), maka kita akan menerima panas Matahari empat kali lebih banyak dari di Bumi. Apabila kita berada pada jarak empat kali jarak Bumi–Matahari (4 AU), maka panas Matahari yang kita terima hanya 1/16 saja dari yang kita terima di Bumi.
Yap, dimanapun kita berada kita akan tetap bisa merasakan pancaran sinar Matahari hanya saja dalam intensitas yang berbeda-beda tergantung jarak kita dari Matahari dan apakah ada penghalang atau tidak antara kita, misalnya awan gas yang berpotensi menyerap sinar Matahari. Oh ya, jarak kita juga jangan terlalu jauh-jauh amat. Kalau kita berada di bintang tetangga (yang jauhnya bukan main itu) tentu intensitas sinar Matahari sudah sangat lemah dan jangan berharap kulit kita bisa jadi keling karenanya.
Pada jarak Bumi–Matahari, energi panas yang kita terima kira-kira 1000 Watt per meter persegi. Seandainya kita bisa membuat panel surya yang efisiensinya 100% (artinya tenaga listrik yang dihasilkan sama dengan energi yang diterima) seluas satu meter persegi, 1000 Watt cukup untuk kebutuhan listrik satu rumah1. Sayangnya efisiensi panel surya paling canggih boro-boro seratus persen, 15% aja juga udah hebat (yang paling canggih katanya sudah bisa sampai 30–40%).
Tentu kita bisa merasakan energi panas matahari ini di mana kita berada, dengan intensitas yang berbeda-beda tergantung jarak kita dari Matahari. Namun sebagaimana telah disinggung, energi panas Matahari dipancarkan ke segala arah dan dengan demikian enggak ada tuh yang namanya “jalur radiasi matahari.” Hal yang perlu diwaspadai adalah lontaran partikel energi tinggi yang sekali waktu dilontarkan Matahari, terutama apabila ada badai Matahari semacam Lontaran Massa Korona (Coronal Mass Ejection, CME)
Bila kita berada di luar angkasa, so pasti Matahari akan kelihatan dan tetap akan menjadi sumber cahaya bagi planet-planet lain. Hanya saja intensitas Matahari tidak akan seterang di Bumi kalau kita berada di Pluto, misalnya, dan tentu Matahari akan sangat menyilaukan dan panasnya memanggang bila kita berada di Merkurius.
Jangankan di dalam wilayah tata surya kita, bila kita berada di planet yang mengorbit bintang lain pun kita masih akan tetap bisa melihat Matahari asalkan kita tau musti melihat ke arah mana. Hanya saja pada jarak tahunan cahaya, Matahari hanya akan terlihat sebagai bintang biasa saja dan mungkin kita akan meleng kalau gak ngeh. Yah lumayan lah kalau kamu tahu di mana arah Matahari, di suatu malam yang cerah di exoplanet tertentu kamu bisa ngasih tahu pacar alien kamu, “Itu loh sayang, bintang yang diorbiti planet kampung halamanku. Kalau di bahasa kami namanya Matahari” (sambil pegangan tangan loh ya biar morantis, hehehe).
Bila kita berada di luar angkasa, menjadikan Matahari sebagai patokan arah bukan ide bagus, pertama: Karena Matahari belum tentu bisa dilihat di segala lokasi (kalau kita berada di sisi lain Galaksi, sudah pasti Matahari akan terhalang kabut gas dan debu), kedua: Matahari tidak unik (ada banyak bintang lain yang karakteristiknya sama dengan Matahari dan dengan demikian sulit dibedakan pada jarak yang sangat jauh), dan ketiga: kita butuh beberapa titik patokan untuk menentukan posisi kita, sebagaimana di permukaan Bumi kita membutuhkan paling tidak dua titik patokan untuk melakukan triangulasi. Cara terbaik untuk melakukan navigasi antarbintang di dalam Galaksi kita adalah dengan menggunakan pulsar.
Pulsar adalah bintang neutron, sebuah sisa ledakan bintang, yang berputar pada sumbunya dengan kecepatan tinggi dan konstan. Pulsar memancarkan energi radio yang kita amati sebagai denyutan sinyal radio dan sinar-X yang reguler dengan frekuensi tertentu. Pulsar dapat ditemukan di mana-mana di dalam Galaksi kita.
USS Enterprise dapat menentukan posisinya di Galaksi dengan mengukur sinyal dari pulsar. Sumber: Werner Becker, Max-Planck-Institut für extraterrestrische Physik (MPE).
Dengan mengukur saat tibanya denyutan paling tidak empat buah pulsar dan mengetahui di mana saja lokasi pulsar tersebut, lalu membandingkannya dengan saat tibanya denyutan yang diukur di Bumi atau titik nol sistem koordinat tertentu, maka kita dapat menentukan posisi kita relatif terhadap keempat pulsar tersebut dan juga relatif terhadap Bumi (atau titik nol sistem koordinat tertentu yang sudah disepakati sebelumnya).
Sumber:
Editor:
Syamsul wahid s