Bagaimana caranya sebuah satelit / pesawat ruang angkasa berjalan ke sebuah planet yang jaraknya jauh dari bumi, bahan bakar apa yang digunakan untuk mendorong pesawat tersebut ? bagaimana pula cara dia bermanuver / berbelok diruang hampa ?. dan bagaimana pula cara dia berkomunikasi / mengirim data ke bumi, apakah menggunakan gelombang radio ? sedangkan kita tahu bahwa gelombang radio tidak merambat diruang hampa. (Akhmad Syaefudin – STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) Jakarta)
Cara termudah untuk bergerak dari satu planet ke planet lainnya, seperti yang dilakukan wahana antariksa pergi dari Bumi ke Mars adalah dengan memanfaatkan gaya gravitasi Matahari.
Pertama-tama kita mengirim wahana tersebut ke luar Bumi dengan menggunakan roket. Roket ini harus bertenaga besar (tergantung pada beratnya wahana yang dibawa) karena harus melawan gaya gravitasi Bumi dan juga gesekan dengan atmosfer Bumi pada tahap-tahap awal. Untuk memudahkan roket mencapai antariksa, biasanya roket dibangun menjadi beberapa tahap, dan tangki bahan bakar yang sudah kosong langsung dibuang. Dengan cara ini beban yang dibawa menjadi semakin ringan (Gambar 1).
Menghadapi gaya hambat atmosfer Bumi
Untuk mengatasi persoalan interaksi dengan atmosfer Bumi pada saat roket melesat dari permukaan Bumi menuju antariksa, triknya dapat dipikirkan dengan memahami gaya hambat (drag). Gaya hambat timbul apabila sebuah benda padat bergerak mengarungi fluida. Atmosfer Bumi dapat dianggap sebagai fluida, dan roket yang bergerak mengarungi atmosfer akan mengalami gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah gerak roket.
Besarnya gaya hambat ini berbanding lurus dengan kecepatan roket, semakin cepat roket maka semakin besar gaya hambat roket. Trik untuk menghadapi gaya hambat? Roketnya dipercepat perlahan-lahan, sehingga ia bergerak pelan-pelan saja hingga mencapai lapisan atmosfer Bumi yang teratas, di mana kerapatan atmosfer lebih renggang dan gaya hambat akibatnya lebih rendah meskipun roket dikebut. Di lapisan teratas inilah roket dikebut dengan hebatnya sehingga mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk lolos dari tarikan gaya gravitasi Bumi.
Kita mungkin pernah mendengar bahwa sebuah objek harus mencapai kecepatan 40 320 km/jam untuk bisa lepas dari tarikan gravitasi Bumi (Angka ini disebut escape velocity atau bahasa kerennya kecepatan lepas). Hal ini benar apabila kita berada di permukaan Bumi, namun apabila kita sudah berada di lapisan atas atmosfer Bumi, kecepatan lepas nilainya sedikit lebih kecil.
Bahan bakar roket untuk bisa lepas dari gaya tarik Bumi ada berbagai variasi, tapi versi-versi awal roket yang dengan sukses membawa manusia ke Bulan menggunakan minyak tanah yang dibakar dengan oksigen cair. Yap, minyak tanah! Tentu bukan minyak tanah yang biasa dijual oleh abang-abang tukang tambal ban, tapi minyak tanah yang sudah disuling sehingga mencapai titik uap dan titik beku tertentu. Beberapa variasi lain menggunakan hidrogen cair yang juga dinyalakan dengan oksigen cair. Prinsip utama dari bahan bakar roket adalah ia harus mampu menghasilkan reaksi kimia yang dapat menghasilkan gaya dorong yang mampu mengangkat seluruh beban roket.
Navigasi antar-planet
Saat wahana sudah mencapai antariksa, selanjutnya wahana akan menembakkan dorongan jet sehingga ia memperoleh kecepatan untuk bergerak ke arah tertentu yang sudah diperhitungkan sebelumnya. Selanjutnya gerakan roket murni berasal dari tarikan gaya gravitasi Matahari. Artinya, sebenarnya wahana ini mengorbit Matahari dalam lintasan elips, sedemikian rupa sehingga lintasannya akan berdekatan dengan Mars. Tentu untuk menghitung lintasan yang cocok kita perlu mengetahui posisi Bumi sekarang dan juga posisi Mars di masa depan. Dengan pemahaman mengenai Hukum gravitasi Newton hal ini bisa dihitung, dan jadwal yang paling cocok untuk meluncurkan roket dapat ditentukan.
Menerbangkan roket dengan tarikan Matahari.
Ketapel Gravitasi
Apakah gerakan wahana antariksa dengan demikian sudah “paten” saat ia diluncurkan menuju lintasannya? Artinya lintasan ini sudah tidak bisa diganggu-gugat lagi? Pada prinsipnya tidak, dan pesawat masih bisa bermanuver-ria ke arah lain maupun mengubah kecepatannya. Cara paling efisien yang selama ini digunakan dan tidak perlu banyak melibatkan sistem pendorong dari wahananya itu sendiri (karena kita tahu mesin tambahan akan menambah beban bagi roket pada saat peluncuran dari permukaan menuju antariksa) adalah—yak lagi-lagi—dengan menggunakan energi dari gaya gravitasi objek lain yang dilewati wahana.
Sebuah wahana yang sedianya bergerak ke arah (1) dengan kecepatan vi, akan berubah arah menuju (2) dengan kecepatan vf, karena interaksi gravitasi antara wahana dengan sebuah planet. Saat wahana melewati sebuah planet, terjadi interaksi gravitasi antara keduanya. Dari interaksi ini timbul perpindahan momentum dari planet yang sedang bergerak ke wahana antariksa. Akibatnya, wahana antariksa memperoleh tambahan energi dan dengan demikian kecepatannya bertambah dan arah geraknya berubah Sebuah wahana yang sedianya bergerak ke arah (1) dengan kecepatan vi, akan berubah arah menuju (2) dengan kecepatan vf, karena interaksi gravitasi antara wahana dengan sebuah planet).
Kedengarannya hal ini terdengar tidak masuk akal karena seharusnya kecepatan wahana sebelum dan sesudah melintasi planet tidak berubah, energi kinetik yang diperoleh pada saat wahana mendekat harusnya akan menghilang saat wahana menjauhi planet. Hal ini benar dari sudut pandang planet, namun kita tahu planet juga bergerak dengan kecepatan tertentu relatif terhadap Matahari. Alhasil, apabila dilihat dari kerangka acuan Matahari, ada transfer momentum dari planet ke wahana karena pergerakan planet. Artinya sebenernya planet kehilangan energi geraknya untuk dipindahkan ke wahana, namun kehilangan energi ini hanya sepersekian puluh juta saja dari energi total planet, karena perbedaan massa antara planet dengan wahana ya saaaaaaangat jauuuuh berbeda (massa wahana kira-kira 1 ton = 1000 kilogram, sementara planet berkisar 1024 – 1027 kilogram).
Sumber: