Kamis, 18 Juli 2013

Waktu Sholat dan Warna Alam

Ibadah sholat adalah ibadah ruang dan waktu. Ruang berarti menghadap ke arah kiblat. Waktu berarti yang ada waktunya. Untuk mengetahui masuknya waktu sholat tersebut Alloh telah mengutus malaikat Jibril untuk memberi arahan kepada Rosululloh SAW tentang waktu-waktunya sholat tersebut dengan acuan Matahari dan fenomena cahaya langit yang notabene juga disebabkan oleh pancaran sinar Matahari. Jadi sebenarnya petunjuk awal 

untuk mengetahui masuknya awal waktu sholat adalah dengan melihat(rukyat) Matahari.
Berdasarkan ayat-ayat dan hadits yang sebagian dikutip dapat disimpulkan bahwa parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan waktu sholat adalah dengan Matahari. 
WAKTU SHOLAT dan WARNA ALAM:

1. DHUHUR : dimulai ketika tergelincirnya matahari dari tengah langit(istiwa’) ke arah barat ditandai dengan terbentuknya bayangan suatu benda sesaat setelah posisi matahari di tengah langit, atau bertambah panjangnya bayangan suatu benda, sesaat setelah posisi matahari di tengah langit. Waktu Dhuhur berakhir ketika masuk waktu Ashar. Maksud tengah langit bukanlah zenit, akan tetapi tengah-tengah langit diukur dari ufuk timur dan barat.
Pada waktu zawal, yakni ketika matahari melewati garis zawal/istiwa’ (garis langit yang menghubungkan utara dan selatan) ada tiga kemungkinan arah bayangan benda yang berdiri tegak.
a. Pertama : arah bayangan berada di utara benda tersebut, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit selatan, azimuth 180°.
b. Kedua : arah bayangan berada di selatan benda tersebut, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit utara, azimuth 0°/360°.
c. Ketiga : tidak ada bayangan sama sekali, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya tepat berada di atas zenit yakni posisi matahari berada pada sudut 90° diukur dari ufuk. Di wilayah pulau Jawa fonemena ini hanya terjadi 2 kali di dalam setahun. Yang pertama antara tanggal 28 Februari sampai 4 Maret, sedangkan yang kedua antara 9 Oktober sampai 14 Oktober, di dalam bahasa Jawa, fonemena ini disebut dengan Tumbuk
Pada saat kondisi pertama dan kedua, bayangan suatu benda sudah ada pada saat zawal, sehingga masuknya waktu dhuhur adalah bertambah panjangnya bayangan suatu benda tersebut sesaat setelah zawal.
Pada kondisi ketiga, pada saat zawal, suatu benda yang berdiri tegak tidak menimbulkan bayangan sedikitpun, sehingga masuknya waktu Dhuhur adalah ketika terbentuknya/munculnya bayangan suatu benda sesaat setelah istiwa’/zawal. Panjang bayangan saat datangnya waktu Dhuhur ini akan berpengaruh pula pada penentuan waktu Ashar.


Tumbuk atau Istiwa untuk wilayah Solo Raya terjadi setiap tahun 2 kali, masing-masing tgl 1 Maret sekitar jam 11:49 WIB dan 13 Oktober jam 11:21 WIB.
Peristiwa ini juga dapat disebut sebagai Hari Tanpa Bayangan. Karena pada hari itu, bayangan semua benda berada tepat di bawahnya, seolah-olah bayangan menjadi hilang. Fenomena istiwa/zawal terjadi setiap hari, namun bayangan asih tetap nampak dengan panjang berubah sesuai posisi Matahari (deklinasi).
Untuk membuktikannya, kita dapat mendirikan sebuah spidol, lalu pada jam istiwa, akan kita saksikan bahwa bayangan benda tidak terlihat. Kalau spidol itu bisa melayang, maka tepat di bawahnya akan ada bayangan berupa lingkarang kecil.
Di hari sebelum dan sesudahnya, bayangan nampak di sisi selatan dan utara benda. Bayangan ini pada saat istiwa kalau kita hubungkan akan menjadi garis lurus, inilah garis Utara-Selatan Sejati. Dengan cara seperti ini kita dapat menentukan mata angin dengan cukup akurat dan mudah.
WARNA ALAM pada waktu Dhuhur adalah PUTIH (warna awan) dan BIRU (warna langit). Meski ketika langit mendung menjadi abu-abu, namun warna dasar adalah putih dan biru, karena posisi Matahari sedang di atas dalam perjalanan ke arah barat menuju waktu Ashar. Masa waktu Dhuhur panjang, karena ragam warna ekstrim yang mengisyaratkan keseimbangan dalam melihat sesuatu yang sama-sama jelas.

2. ASHAR : dimulai ketika panjang bayangan suatu benda, sama dengan panjang benda tersebut dan berakhir ketika masuk waktu Maghrib. Terkecuali pendapat Imam Abu Hanifah, bahwa masuknya waktu Ahsar ialah ketika panjang bayangan suatu benda dua kali dari panjang bendanya.
Dalam perhitungan waktu Ashar panjang bayangan pada waktu Dhuhur yang merupakan panjang bayangan minimum perlu diperhitungkan, karena suatu saat mungkin panjang bayangan saat Dhuhur itu lebih panjang dari tinggi benda itu sendiri. Seperti di daerah Madinah yang lintangnya 24° 28’, pada bulan akhir bulan Desember deklinasi matahari ±23° sehingga pada saat Dhuhur sudut matahari sudah mencapai 47° lebih, dan tentunya pada saat Dhuhur, panjang bayangan suatu benda sudah melebihi panjang benda itu sendiri. Sehingga waktu Ashar adalah ketika panjang bayangan sebuah benda sama dengan panjang benda tersebut ditambah panjang bayangan waktu Dhuhur.
WARNA ALAM pada waktu Ashar adalah BIRU dan KELABU (warna awan sore). Meski ketika langit mendung menjadi gelap, namun warna dasar adalah biru dan abu-abu, karena posisi Matahari masih di atas ufuk cukup tinggi dalam sedang dalam perjalanan ke arah barat menuju waktu terbenam. Masa waktu Ashar lumayan singkat, karena warna kelabu dan biru menandakan mulainya ada kesibukan yang harus diwaspadai.

3. MAGHRIB dimulai ketika terbenamnya semua piringan matahari di ufuq barat yakni tenggelamnya piringan atas matahari di ufuk barat. Waktu Maghrib berakhir ketika masuk waktu Isya’.
WARNA ALAM pada waktu Maghrib adalah BIRU, PUTIH, MERAH, KUNING, KELABU. Meski ketika langit mendung menjadi pekat, namun warna dasar adalah semua warna alam sedang muncul, karena posisi Matahari telah terbanam dan cahayanya masih mampu membias ke awan dalam berbagai ketinggiannya. Sementara langit masih biru dan berangsur kelabu lalu gelap. Masa waktu Maghrib sangat singkat, karena ragam warna menandakan keramaian dan kesibukan yang harus bersiap untuk diselesaikan.

4. ISYA’ dimulai ketika hilangnya cahaya merah yang disebabkan terbenamnya matahari dari cakrawala dan berakhir ketika masuk waktu Shubuh. Menurut asumsi ahli hisab kita posisi matahari pada sa’at itu sekitar -18° dari ufuq barat, sebagian pendapat lainnya berkisar -15° sampai -17.5°. sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, ketika hilangnya cahaya putih yakni ketinggian matahari sekitar -19°
WARNA ALAM pada waktu Isya’ adalah HITAM. Meski ketika Bulan Purnama menjadi cerah dan langit agak kelabu, namun karena posisi Matahari sudah jauh di bawah ufuk, sudah malam; maka warna dasar malam adalah gelap alias hitam. Boleh jadi waktu Isya’ sangat lama karena warna gelap menandakan saat manusia harus beristirahat.

5. SHUBUH dimulai ketika munculnya Fajar Shodiq, yaitu cahaya keputih-putihan yang menyebar di ufuq timur. Menurut asumsi ahli hisab kita posisi Matahari pada sa’at itu sekitar -20° dari ufuq timur, sebagian pendapat lainnya berkisar -15° sampai -19.5°, munculnya fajar shodiq ditandai dengan mulai pudarnya cahaya bintang.
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُوم ِ( الطور49)
Artinya : dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar) (Ath-Thuur 49).
Waktu Shubuh berakhir ketika piringan atas matahari muncul di ufuq timur.
WARNA ALAM pada waktu Shubuh adalah PINK. Saat waktu Shubuh tiba, langit sudah memasuki masa tidak malam lagi alias tidak hitam lagi. Masa beristirahat sepenuhnya usai, bersiap memulai hari dengan aktifitas. Warna langit yang diberi nama oleh Islam sebagai Fajar Shadiq atau secara sains bernama Astronomical – Nautical – Civil Twilight menjadi batas antara waktu malam dan siang. Batas itu mempunyai rentang sekitar satu jam di sekitar ekuator, itulah masa waktu sholat Shubuh. Langit kian lama kian semakin menawan, sedikit goresan putih, kadang kemerahan, kadang jingga nampak dilangit timur hingga terbitnya sang Surya.

Sumber:
http://pakarfisika.wordpress.com/2013/04/29/waktu-sholat-dan-warna-alam/
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Home
Reload page