Jumat, 27 Juni 2014

Ramadhan serta Bukti Baru Kelahiran Bulan

Kelahiran Bulan? Ya. Ini fakta terbaru yang ditemukan jelang bulan suci Ramadhan 1435 H (2014). Namun kelahiran Bulan di sini tidak terkait dengan hiruk-pikuk seputar penentuan awal bulan suci Ramadhan kali ini, dimana salah satu “kriteria” yang digunakan (sebagian) Umat Islam di Indonesia adalah “kriteria” lahirnya Bulan (wujudul hilaal). Tetapi terkait dengan asal-usul benda langit pengiring setia Bumi

kita yang kita beri nama Bulan, yang dilahirkan bermilyar tahun silam di era tata surya muda lewat rangkaian peristiwa menggetarkan yang saling berkait. Kini lebih dari 250 simulasi terbaru yang dilakukan Seth Jacobson dan rekan-rekannya dengan bersenjatakan komputer berkecepatan tinggi menambahkan bukti baru ke dalam saat-saat kelahiran Bulan.

Darimana Bulan berasal telah lama menjadi bahan pemikiran dan pencarian umat manusia. Pernah muncul anggapan bahwa Bulan mungkin saja merupakan benda langit yang terbentuk di bagian lain tata surya kita, lantas kemudian melintas terlalu dekat dengan Bumi purba (proto-Bumi). Kala itu proto-Bumi dianggap sudah memiliki atmosfer dan jauh lebih pekat (lebih tebal) ketimbang atmosfer saat ini. 



Maka saat Bulan purba melintas terlalu dekat dengan proto-Bumi, kecepatannya sedikit melambat akibat ulah atmosfer yang pekat ini. Akibatnya gravitasi Bumi pun memaksanya berubah haluan menjadi mengedari Bumi kita untuk seterusnya tanpa bisa keluar lagi. Anggapan tentang satelit alami tangkapan ini bukanlah sekedar obrolan ringan di warung kopi, karena eksplorasi antariksa bersenjatakan wahana-wahana penjelajah telah membuktikan bahwa beberapa planet dalam tata surya kita memiliki satelit alami tangkapan. 

Misalnya Mars, yang bersatelitkan Phobos dan Deimos. Baik Phobos maupun Deimos semula adalah asteroid berukuran lumayan besar yang mengelilingi Matahari kita. Namun saat melintas terlalu dekat dengan Mars di masa silam, gravitasi planet merah menangkapnya dan mengubahnya menjadi satelit alami.

Namun anggapan bahwa Bulan adalah satelit alami tangkapan harus berhadapan dengan sejumlah persoalan serius. Misalnya terkait dinamika jarak satelit terhadap planet induknya. Pengukuran jarak Bumi-Bulan dengan akurasi sangat tinggi menggunakan instrumen yang dipasang di Bulan sebagai bagian program pendaratan manusia di Bulan (lihat di sini) menunjukkan Bulan ternyata terus menjauh dari Bumi setiap tahunnya, meski kecepatan menjauhnya amat sangat lambat dibandingkan laju lari siput, yakni hanya 3,8 cm/tahun. 

Fakta ini bertolak-belakang bila dibandingkan dengan Phobos dan Deimos, yang justru terus mendekat ke planet induknya sehingga kelak akan jatuh ke Mars. Selain itu komposisi batuan Bulan yang dibawa ke Bumi oleh para astronot Apollo memperlihatkan kemiripan mengagumkan, meski tidak sama persis, dengan batuan yang kita kenal di Bumi. Kemiripan ini menunjukkan pada saat tata surya berusia sangat muda, baik Bumi maupun Bulan terbentuk di lokasi yang relatif sama.

Sumber:
http://kafeastronomi.com/ramadhan-dan-bukti-baru-kelahiran-bulan.html
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Home
Reload page