Jumat, 22 April 2011

Pengaruh Ledakan Reaktor nuklir di Jepang bagi Indonesia

Pasca gempa dan tsunami di Jepang persis sebulan lalu, masyarakat negeri matahari terbit tersebut kini dihantui krisis nuklir. Satu dari tiga reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir PLTN Fukushima Daaichi meledak setelah kegagalan dalam sistem pendinginannya. Untuk mendinginkannya, berbagai upaya dilakukan termasuk pengerahan tiga helikopter untuk mengguyur reaktor dengan air laut.

Semua warga di sekitar PLTN Fukushima sudah dievakuasi pada radius aman 20 kilometer. Mereka kini tak boleh lagi meminum air langsung dari keran. Aturan ini diberlakukan setelah air minum keran dipastikan tercemar zat radioaktif. Pun demikian dengan air laut di Fukushima. Badan Pengawas Atom Internasional mencatat, kadar radiasinya terus meningkat.
Krisis nuklir Jepang juga berimbas bagi warga Indonesia. Lewat Kedutaan, pemerintah meminta agar warga Indonesia yang ada di Jepang tak berada dalam radius 50 kilometer dari reaktor PLTN Fukushima Daaichi, kata Menter Luar Negeri Marty Natalegawa. “Radius ini memang lebih luas daripada yang ditetapkan oleh Pemerintah Jepang. Karena Pemerintah Jepang menetapkan jarak radius aman untuk evakuasi sejauh 20 kilometer. Sementara Pemerintah Indonesia secara unilateral memutuskan radius yang lebih luas, yaitu 50 kilometer.”

Di Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono minta masyarakat tenang dan tetap waspada menghadapi bahaya radiasi nuklir Jepang. “Kita semua memahami sejauh mana pengaruh dampak implikasi radiasi nuklir Jepang terhadap bahan makanan dan kesehatan dan apakah ada implikasi langsung terhadap indonesia. Saya tidak suka ketika beberapa saat yang lalu beredar sms yang menurut saya tidak pada tempatnya menakut-nakuti mengedarkan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan seputar radiasi.”
SMS yang dimaksud Presiden Yudhoyono adalah pesan singkat yang menyebutkan, bakal ada hujan asam di Indonesia akibat kebocoran bahan radioaktif di PLTN Fukushima Daiichi, Jepang.

Kabar tersebut sontak dibantah Badan Tenaga Nuklir Nasional, Batan. Secara teori radiasi tak bakal sampai ke Indonesia, meski arah angin berhembus ke tanah air. Jarak yang jauh menjadi sebabnya, kata Kepala reaktor nuklir Batan di Serpong, Alim Tarigan. “Gunung berapi yang di Yogyakarta, tingginya berapa kilo? Kemudian dari ketinggian gunung berapi debu, asap terbang keatas. Mungkin hampir 3 kilo sumbernya diatas. Ini saja sumber debu gunung berapi 2 atau 3 kilo diatas, sampai mana paling jauh debunya itu terbang? Kalau adik sendiri merasakan tidak sampai di Jakarta, bagaimana Jepang ke Indonesia? Sementara tingginya itu hanya sekitar 60 meter?”

Radiasi juga bakal ditangkal oleh hamparan laut yang membentang antara Jepang dengan Indonesia. “Antara Jepang dengan Indonesia antaranya itu laut. Dimana di laut itu banyak uap air yang berasal dari laut, dimana itu nanti menangkap radioaktif tadi. Kalaupun nyampe disitu. Tapi perkiraan saya tidak akan sampai.”
Kekhawatiran masyarakat tak berhenti sampai di situ. Sikap pemerintah yang ngotot membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir menjadi sebabnya. Menteri Negara Riset dan Teknologi Suhana Suryapranata memastikan rencana pembangunan PLTN tetap berjalan. Alasannya, agar Indonesia tidak ketinggalan dari negara tetangga. “Saya kira itu sesuatu yang harus kita ambil. Karena walaupun gimana Malaysia, Vietnam sudah mengarah ke sana. Kalo kita sudah siap ya.”

Sikap Menristek itu didukung penuh oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional alias BATAN dan Badan Pengawas Tenaga Atom Nasional alias BAPETEN. Ketiganya dalam beberapa tahun belakangan gencar mensosialisasikan pentingnya nuklir sebagai sumber energi masa depan.
Selembar surat terbuka akhirnya dilayangkan kepada Presiden oleh Gerakan Anti PLTN. LSM Lingkungan Greenpeace ambil bagian dalam gerakan tersebut. Arif Fiyanto, pengkampanye iklim dan energi Greenpeace membacakan cuplikan surat itu.  “Bahkan seharusnya bapak dan pemerintahan bapak bisa menjawab pertanyaan yang lebih mendasar lagi. Apakah PLTN adalah sesuatu yang esensial bagi masyarakat kita, yang tanpanya kita tidak dapat hidup? Bukankah kita dapat memenuhi kebutuhan listrik kita dari sumber-sumber yang lebih dapat diandalkan?”

Tapi hingga kini, surat yang dititipkan lewat salah satu staf khusus presiden tersebut belum juga berbalas. Asa kini digantungkan pada janji sang Presiden. “Tapi sebenarnya presiden sendiri, SBY sendiri pada bulan Januari 2010 pernah bilang bahwa setidaknya sampai masa kepresidenannya yang kedua berakhir, Indonesia tidak akan mengatakan go untuk nuklir. Untuk PLTN. Jadi sebenarnya presiden sendiri setidaknya sampai 2014 tidak akan ada apapun yang terkait dengan pembangunan PLTN.”
Krisis nuklir di Jepang hingga kini belum berakhir. Namun pemerintah Indonesia yakin krisis nuklir seperti di Jepang tidak bakal terjadi di tanah air. Rencana pembangunan PLT Nuklir masih berlanjut. Apa sebabnya?
Sumber: http://www.kbr68h.com
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Home
Reload page