Pasca gempa dan tsunami di Jepang persis
sebulan lalu, masyarakat negeri matahari terbit tersebut kini dihantui
krisis nuklir. Satu dari tiga reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
PLTN Fukushima Daaichi meledak setelah kegagalan dalam sistem
pendinginannya. Untuk mendinginkannya, berbagai upaya dilakukan termasuk
pengerahan tiga helikopter untuk mengguyur reaktor dengan air laut.
Semua warga di sekitar PLTN Fukushima
sudah dievakuasi pada radius aman 20 kilometer. Mereka kini tak boleh
lagi meminum air langsung dari keran. Aturan ini diberlakukan setelah
air minum keran dipastikan tercemar zat radioaktif. Pun demikian dengan
air laut di Fukushima. Badan Pengawas Atom Internasional mencatat, kadar
radiasinya terus meningkat.
Krisis nuklir Jepang juga berimbas bagi
warga Indonesia. Lewat Kedutaan, pemerintah meminta agar warga Indonesia
yang ada di Jepang tak berada dalam radius 50 kilometer dari reaktor
PLTN Fukushima Daaichi, kata Menter Luar Negeri Marty Natalegawa.
“Radius ini memang lebih luas daripada yang ditetapkan oleh Pemerintah
Jepang. Karena Pemerintah Jepang menetapkan jarak radius aman untuk
evakuasi sejauh 20 kilometer. Sementara Pemerintah Indonesia secara
unilateral memutuskan radius yang lebih luas, yaitu 50 kilometer.”
Di Jakarta, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono minta masyarakat tenang dan tetap waspada menghadapi bahaya
radiasi nuklir Jepang. “Kita semua memahami sejauh mana pengaruh dampak
implikasi radiasi nuklir Jepang terhadap bahan makanan dan kesehatan dan
apakah ada implikasi langsung terhadap indonesia. Saya tidak suka
ketika beberapa saat yang lalu beredar sms yang menurut saya tidak pada
tempatnya menakut-nakuti mengedarkan berita yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan seputar radiasi.”
SMS yang dimaksud Presiden Yudhoyono
adalah pesan singkat yang menyebutkan, bakal ada hujan asam di Indonesia
akibat kebocoran bahan radioaktif di PLTN Fukushima Daiichi, Jepang.
Kabar tersebut sontak dibantah Badan
Tenaga Nuklir Nasional, Batan. Secara teori radiasi tak bakal sampai ke
Indonesia, meski arah angin berhembus ke tanah air. Jarak yang jauh
menjadi sebabnya, kata Kepala reaktor nuklir Batan di Serpong, Alim
Tarigan. “Gunung berapi yang di Yogyakarta, tingginya berapa kilo?
Kemudian dari ketinggian gunung berapi debu, asap terbang keatas.
Mungkin hampir 3 kilo sumbernya diatas. Ini saja sumber debu gunung
berapi 2 atau 3 kilo diatas, sampai mana paling jauh debunya itu
terbang? Kalau adik sendiri merasakan tidak sampai di Jakarta, bagaimana
Jepang ke Indonesia? Sementara tingginya itu hanya sekitar 60 meter?”
Radiasi juga bakal ditangkal oleh
hamparan laut yang membentang antara Jepang dengan Indonesia. “Antara
Jepang dengan Indonesia antaranya itu laut. Dimana di laut itu banyak
uap air yang berasal dari laut, dimana itu nanti menangkap radioaktif
tadi. Kalaupun nyampe disitu. Tapi perkiraan saya tidak akan sampai.”
Kekhawatiran masyarakat tak berhenti
sampai di situ. Sikap pemerintah yang ngotot membangun Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir menjadi sebabnya. Menteri Negara Riset dan
Teknologi Suhana Suryapranata memastikan rencana pembangunan PLTN tetap
berjalan. Alasannya, agar Indonesia tidak ketinggalan dari negara
tetangga. “Saya kira itu sesuatu yang harus kita ambil. Karena walaupun
gimana Malaysia, Vietnam sudah mengarah ke sana. Kalo kita sudah siap
ya.”
Sikap Menristek itu didukung penuh oleh
Badan Tenaga Nuklir Nasional alias BATAN dan Badan Pengawas Tenaga Atom
Nasional alias BAPETEN. Ketiganya dalam beberapa tahun belakangan gencar
mensosialisasikan pentingnya nuklir sebagai sumber energi masa depan.
Selembar surat terbuka akhirnya
dilayangkan kepada Presiden oleh Gerakan Anti PLTN. LSM Lingkungan
Greenpeace ambil bagian dalam gerakan tersebut. Arif Fiyanto,
pengkampanye iklim dan energi Greenpeace membacakan cuplikan surat itu.
“Bahkan seharusnya bapak dan pemerintahan bapak bisa menjawab
pertanyaan yang lebih mendasar lagi. Apakah PLTN adalah sesuatu yang
esensial bagi masyarakat kita, yang tanpanya kita tidak dapat hidup?
Bukankah kita dapat memenuhi kebutuhan listrik kita dari sumber-sumber
yang lebih dapat diandalkan?”
Tapi hingga kini, surat yang dititipkan
lewat salah satu staf khusus presiden tersebut belum juga berbalas. Asa
kini digantungkan pada janji sang Presiden. “Tapi sebenarnya presiden
sendiri, SBY sendiri pada bulan Januari 2010 pernah bilang bahwa
setidaknya sampai masa kepresidenannya yang kedua berakhir, Indonesia
tidak akan mengatakan go untuk nuklir. Untuk PLTN. Jadi sebenarnya
presiden sendiri setidaknya sampai 2014 tidak akan ada apapun yang
terkait dengan pembangunan PLTN.”
Krisis nuklir di Jepang hingga kini
belum berakhir. Namun pemerintah Indonesia yakin krisis nuklir seperti
di Jepang tidak bakal terjadi di tanah air. Rencana pembangunan PLT
Nuklir masih berlanjut. Apa sebabnya?
Sumber: http://www.kbr68h.com